Rabu, 30 Juni 2010

DINAR AKAN KEMBALI BERKIBAR

0 komentar

Tahukah Anda, uang kertas dalam saku Anda menyimpan banyak misteri dan persoalan? Ini bukan hanya masalah pertanggungjawaban bagaimana kita mendapatkannya dan untuk apa kita belanjakan, namun lebih pada lembar-lembar uang kertas itu tersimpan kompleksnya masalah idiologi, ekonomi dan politik berskala global. Di dalam carikan uang kertas yang kita bawa, bermuatan konspirasi global, imperealisme, perebutan hegemoni antar negara serta peperangan abadi antara dua peradaban dunia. Satu peradaban yang mampu membimbing manusia menuju keadilan melawan peradaban ahlul batil yang menggiring manusia menuju kedloliman. Dan sadarkah anda bahwa kembali kepada Dinar dan Dirham adalah salah satu langkah cerdas untuk keluar dari krisis dan keterpurukan.
Pemakaian koin emas dan koin perak sebagai alat tukar telah berlangsung sebelum Islam datang, termasuk di Jazirah Arab. Lahirnya Islam sebagai sebuah peradaban dunia yang dibawa dan disebarkan Rasulullah Muhammadr dan penetapan emas sebagai mata uang telah memberikan kontribusi yang besar terhadap aktifitas ekonomi dan kemajuan perdagangan antar benua selama berabad-abad.
Uang emas dan perak yang dikenal dengan Dinar dan Dirham telah digunakan secara luas sejak awal Islam untuk berbagai aktifitas ekonomi maupun ubudiyah seperti ketentuan nishob zakat, penetapan diyat, mas kawin, pembagian harta warisan, pembagian harta perang dan standar ukuran nilai benda dalam wilayah peradilan Islam. Ini berlangsung sejak zaman Nabi sampai berakhirnya Kekhalifahan Usmaniah Turki tahun 1924. Dinar dan dirham juga memiliki nilai historis yang sakral karena hampir semua kisah dalam Al Quran tatkala menyebutkan istilah uang maka yang dimaksud di situ adalah Dinar atau Dirham. Begitu pula hadits-hadits Nabi yang menceritakan kisah-kisah kaum terdahulu memakai istilah dinar atau dirham sebagai sebutan bagi nama mata uang. Pada masa Rasulullahr, telah ditetapkan berat standar dinar diukur dengan 22 karat emas, atau setara dengan 4,25 gram (diameter 23 milimeter). Standar ini kemudian dibakukan oleh World Islamic Trading Organization (WITO), dan berlaku hingga kini.
Menjadikan dinar emas sebagai mata uang bersama antar negara Islam untuk alat pembayaran dalam transaksi perdagangan, telah diajukan dalam persidangan Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Kuala Lumpur, Malaysia, 10 Oktober 2003 lalu. Ide tersebut dilontarkan Perdana Menteri Malaysia saat itu, Dr Mahathir Mohamad. Tapi untuk wujud menjadi kebijakkan politik bersama, sepertinya masih mengambang di awang-awang.
Namun ini merupakan fenomena yang menggembirakan karena menjadi pertanda bahwa ummat Islam di seluruh dunia mulai melek mata tatkala melihat banyaknya kedzoliman dan ketidakadilan ekonomi yang diakibatkan karena umat manusia telah lama meninggalkan dinar sebagai mata uang.
Pemakaian dolar sebagai mata uang yang dominan dalam perdagangan dunia menjadikan negara tertentu berlaku sebagai perampok culas berkedok saudagar besar dan negara lain menjadi pecundang sekaligus obyek bulan-bulanan. Negara Amerika yang merasa digdaya mampu saja membeli segala apa yang dimiliki Indonesia; Indosat, Telkomsel, Semen Gresik, HM Sampurna, kilang minyak Blok Cepu, hutan ratusan juta hektar di Kalimantan, timah jutaan ton di pulau Bintan. Ini karena mereka membelinya (baca: menukarnya) dengan lembaran-lembaran kertas dolar padahal mereka sendirilah yang mencetak dolar kapan saja berapa saja. Cobalah seandainya semua negara sepakat meninggalkan dolar dan semua transaksi antar negara mesti pakai Dinar maka seketika itu pula ekonomi Amerika akan sekarat tanpa daya.
Memang langkah menuju kembalinya Dinar dan Dirham menjadi mata uang dunia tidaklah semudah membalik telapak tangan, terutama hambatan secara politis dan psikologis sebagian ummat Islam sendiri. Meskipun demikian, kita dapat mulai menggunakan Dinar atau Dirham untuk pembayaran zakat, gaji karyawan, hadiah, mahar perkawinan, traksaksi muamalah yang kita jalani, musyarakah atau mudzarabah berbasis Dinar atau sebagai instrumen investasi. Langkah kecil menuju kejayaan dan keadilan berlandasan Syariah.
Dinar emas dan Dirham perak saat ini memang belum diakui oleh pemerintah manapun sebagai mata uang resmi. Namun berharganya Dinar maupun Dirham memang bukan tergantung pengakuan pemerintah sebagaimana mata uang kertas, melainkan karena benda-nya sendiri memang berharga (emas 22 karat atau perak murni).
Walau demikian, seorang John Naisbitt yang di dunia barat dianggap 'dewa'-nya ekonomi modern karena prediksi dia tentang trend perekonomian selama 20 tahun terakhir terbukti akurat - tentang uang ini dia menulis bahwa monopoli terakhir yang akan segera ditinggalkan oleh ummat manusia adalah monopoli uang kertas yang dikeluarkan oleh suatu negara. Masyarakat tidak akan lagi mempercayai mata uang kertas dan pindah ke yang dia sebut mata uang privat. Apa itu mata uang privat ? Yaitu benda-benda riil yang memang memiliki nilai intrinsik. Sayang sekali John Naisbitt bukan Muslim, kalau dia tahu bahwa Islam memiliki sistem uang Dinar/Dirham-nya yang baku sejak ribuan tahun lalu sampai akhir zaman pasti dia akan tahu betapa benarnya agama ini.
Dan sangatlah disayangkan kalau ummat Islam sendiri, pewaris khazanah konsep keadilan Dinar, telah lupa kepada Dinar dan tak lagi memahami keunggulan serta keberkahan Dinar dibanding mata uang kertas. Dalam kajian utama edisi ini kita akan mengkaji serba-serbi mengenai Dinar/Dirham. Semoga meningkatkan wawasan dan kebanggan kita atas segala aturan Syariah Islam yang tinggi dan mulia. Sehingga kita semakin meyakini kehebatan sunnah-sunnah Nabi dan Risalah yang beliau bawa. Ke depan tentu saja kita harus yakin bahwa sebelum hari kiamat tiba pasti kebangkitan dan kejayaan Ummat Islam akan datang mengalahkan seluruh bangsa-bangsa dan Dinar akan kembali berkibar. Insya Alloh.

0 komentar:

Posting Komentar