Selasa, 29 Juni 2010

MASLAHAH BAROKAHNYA DINAR

0 komentar

Jumlah total emas yang telah ada di permukaan bumi ini pada 2001 diperkirakan telah mencapai 145 ribu ton. Dari jumlah tersebut 8.133.5 ton terdapat di Amerika Serikat (AS) disusul Jerman dengan 3.412.6 ton. kemudian International Monetary Fund (IMF), dengan timbunan emas seberat 3.217.3 ton. Pada posisi keempat dan kelima adalah Perancis dan Italia, dengan cadangan emasnya masing-masing 2.508.8 dan 2.451.8 ton.
Cadangan emas dunia ternyata terkumpul di segelintir negara, bahkan di negara-negara itu pun terkumpul di segelintir pihak saja. Lantas bagaimana solusinya agar kehendak Syariah tertunaikan, dimana harta hendaknya tidak hanya dalam penguasaan segelintir orang?
Zaim Saidi - Direktur Wakala Induk Nusantara (WIN)- dalam sebuah ulasannya menulis bahwa peran penting inilah yang mampu diperankan oleh konsep mata uang Dinar. Karena bila kita menggunakan mata uang Dinar maka koin-koin emas tersebut akan berpindah dari penguasaan segelintir orang ke seluruh masyarakat, dan pada gilirannya berpindah dari tangan ke tangan melalui perdagangan.
Namun masalah terbesar ummat Muslim tanah air adalah minimnya pengetahuan dan informasi tentang Dinar (mata uang emas) dan Dirham (mata uang perak). Untuk itu di bagian lain tulisannya Zaim Saidi mengajak kita melongok yang terjadi di Negeri Kelantan, Malaysia, tempat dikampanyekannya "Gerakan Satu Keluarga Satu Dinar". Dengan penduduk sekitar 240 juta orang, dengan asumsi ada 5 orang dalam satu keluarga, di Indonesia ada 48 juta keluarga. Jika setiap keluarga memiliki satu dinar emas, maka akan ada 48 juta x 4.25 gram atau 204 juta gram (204 ribu ton) emas di tangan masyarakat sendiri. Melalui perdagangan, baik barang dan jasa, 48 juta dinar ini pun akan berpindah dari tangan ke tangan, sebagai sarana memeratakan kemakmuran.
Melalui perdagangan barang dan jasa maka keluarga buruh-buruh pabrik dan pedagang kaki lima pun dapat memiliki dinar emas. Instrumen kedua berpindahnya emas dan perak dari tangan (orang kaya) ke tangan (orang fakir miskin) adalah melalui zakat mal. Setiap tahun seharusnya ada 2.5% dari keseluruhan kekayaan Muslim kaya di Indonesia ini yang berpindah ke kaum papa. Saat ini, pengenalan Dinar di Indonesia, harus diakui masih sangat terbatas. Karena itu sosialisasi dan pengenalan melalui kampanye massif, yang didukung oleh berbagai pihak, sangat diperlukan.
Saat ini, fakta menunjukkan bahwa terjadi tidak berimbangnya penguasaan mata uang dunia, serta semakin merajalelanya Dollar AS. Dalam transaksi perdagangan international saat ini, Dollar AS menguasai hampir 70 persen sebagai alat transaksi dunia. Kondisi tersebut kemudian diperparah dengan kemunculan Euro sebagai mata uang bersama negara-negara Eropa. Fakta pun menunjukkan bahwa negara-negara Islam memiliki ketergantungan sangat tinggi terhadap kedua mata uang tersebut, terutama dolar AS.
Seiring dengan munculnya era liberalisasi perdagangan sebagai implementasi dari pelaksanaan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) maka menjadi pertanyaan besar yang kemudian harus dijawab adalah seberapa besar dampak dan keuntungan yang akan diraih negara-negara dengan mayoritas Muslim dalam pasar internasional. Jika sistem ekonomi global berjalan dalam kaidah seperti sekarang ini, sudah pasti ummat Islam hanya akan menjadi "penonton". Maka ide pemunculan emas sebagi alat transaksi dalam perdagangan internasional merupakan jawaban untuk mengurangi ketergantungan negara-negara Islam terhadap dominasi dua mata uang dunia tersebut (Dollar dan Euro).
Lebih dari itu semua, emas dan perak adalah mata uang paling stabil yang pernah dipakai ummat manusia selama berabad-abad. Sejak masa awal Islam hingga hari ini, nilai mata uang Islam dwilogam itu secara tetap stabil dalam hubungannya dengan barang-barang konsumtif. Seekor ayam pada zaman Nabi Muhammadr harganya satu dirham. Hari ini, 1400 tahun kemudian, harganya kurang lebih satu dirham. Tidak dikenal gerusan inflasi dalam mata uang Dinar dan Dirham.
Keuntungan utama kembali menggunakan Dinar dan Dirham adalah karena langkah tersebut paling sesuai dengan kehendak muamalat syariah, maka alangkah eloknya bilamana kita segera memulai menggunakan Dinar/Dirham setidak-tidaknya untuk perkara-perkara yang paling sederhana seperti membayar zakat, sedekah, hadiah, mahar pernikahan, dan alat proteksi nilai (tabungan) dalam bentuk Dinar. Lebih dari itu, harta kita juga akan terselamatkan dari gerogotan inflasi. Ketika nilai tukar mata uang kertas terus merosot, nilai Dinar emas ternyata akan terus meningkat. Pada tahun 2003 (per Oktober) nilai tukar Dinar adalah Rp 450.000, tahun 2004 jadi Rp 540.000, tahun 2005 jadi Rp 652.000, tahun 2006 jadi Rp 785.000, tahun 2007 jadi Rp 947.000, dan pada tahun 2008 (Juli) nilai tukar Dinar telah melewati Rp 1.200.000. Dinar emas mengalami apreasiasi sekitar 25% pertahun. Terbukti Dinar memang tahan bantingan.

0 komentar:

Posting Komentar